Kamis, 31 Juli 2014

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA MELALUI METODE BERMAIN PERAN PADA SISWA


PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA MELALUI METODE BERMAIN PERAN PADA SISWA





OLEH
CITRA AULIA WULANDARI
NIM E1C 113 024
A II




                                     
PEROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur hanya bagi Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Berbicara Melalui Metode Bermain Peran Pada Siswa”. Shalawat dan salam selalu tetap tercurahkan kepada junjungan alam Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang seperti sekarang ini.
Penulisan karya ilmiah ini dalam rangka memenuhi tugas akhir mata kuliah Berbicara. Saya menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini tidak lepas dari dorongan, bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada:
  1. Prof. Ir. H. Sunarpi, Ph.D., selaku Rektor Universitas Mataram.
  2. Dr. H. Wildan, M.Pd., selaku Dekan FKIP Universitas Mataram.
  3. Dra. Siti Rohana Hariana Intiana, M.Pd., selaku Ketua Jurusan FKIP Universitas Mataram.
  4. Drs. I Nyoman Sudika, M.Humi., selaku Ketua Prodi Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Mataram.
  5. Drs. Syahbuddin. Selaku Dosen Pembimbing Akademik.
  6. Drs. H. Nasaruddin, M.Ali., selaku dosen Pembina Mata Kuliah Berbicara.
  7. Dosen-dosen dan Seluruh Staf Universitas Mataram yang namanya tidak bisa disebutkan satu persatu.
  8. Kedua Orang Tua dan semua keluarga yang telah memberikan dukungan moral, material, kasih saying yang melimpah serta kesabaran dalam menyusun karya tulis ilmiah ini.
  9. Semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Semoga Allah SWT, selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada kita.
Semoga penulisan karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat untuk menunjang perkembangan ilmu pengetahuan, tentunya bagi saya peribadi dan pembaca. Dalam penulisan karya ilmiah ini jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk penulisan ini.




Mataram, 8 Juni 2014

Penulis




DAFATAR PUSTAKA

JUDUL
......................................................................................................

KATA PENGANTAR
...............................................................................
i
DAFTAR ISI
.............................................................................................
ii
BAB 1 PENDAHULUAN
........................................................................
1
1.1 Latar Belakang
.................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah
............................................................................
2
1.3 Tujuan Penelitian
............................................................................
2
1.3.1 secara umum
............................................................................
2
1.3.2 secara khusus
............................................................................
2
1.4 Manfaat Penelitian
..........................................................................
2
1.4.1 Manfaat Teoritis
........................................................................
2
1.4.2 Manfaat Praktis
........................................................................
2
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA
.....................................................................
3
2.1 Metode Bermain Peran
...................................................................
3
2.2 Kemampuan Berbicara
...................................................................
4
2.2.1 Pengertian Berbicara
................................................................
4
BAB 3 PEMBAHASAN
..........................................................................
5
3.1 Keterampilan Berbicara
...................................................................
5
3.1.1 Pengertian Keterampilan Berbicara
.........................................
5
3.12 Aspek-aspek Keterampilan Berbicara
......................................
6
3.1.3 Faktor-Faktor Pengaruh Keterampilan Berbicara
....................
8
3.2 Bermain
..........................................................................................
9
3.2.1 Pengertian Bermain
................................................................
9
3.2.2 Teori Bermain
..........................................................................
9
3.2.3 Fungsi Bermain
........................................................................
10
3.3 Metode Bermain Peran
...................................................................
11
3.3.1 Tujuan Metode Bermain Peran
................................................
11
3.3.2 Jenis Metode Bermain Peran
..................................................
11
3.3.3 Perbedaan Metode Bermain Peran
.........................................
12
3.3.4 Fungsi Metode Bermain Peran
................................................
13
3.3.5 Kelebihan dan Kekurangan Metode Bermain Peran
...............
13
BAB 4 PENUTUP
...................................................................................
15
4.1 Simpulan
........................................................................................
15
4.2 Saran-saran
......................................................................................
15



DAFTAR PUSTAKA
...............................................................................
16
























BAB I
PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang Masalah
Upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan kualitas manusia seutuhnya adalah misi pendidikan yang menjadi tanggung jawab profesioanl tiap guru. Pengembangan kualitas manusia ini menjadi suatu keharusan terutama dalam memasuki era globalisasi dewasa ini agar generasi muda tidak menjadi korban dari globalisasi itu sendiri. Pendidikan yang berorientasi pada kualitas itu menghadapi berbagai tantangan yang tidak bisa ditanggulangi dengan paradigma yang lama. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang cepat tidak dapat dikejar dengan cara-cara lama yang dipakai dalam sekolah. Ibarat mengejar mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi di atas tol dengan delman.
Guru tidak cukup hanya menyampaikan materi pengetahuan kepada siswa di kelas karena materi yang diperolehnya tidak selalu sesuai dengan perkembangan masyarakatnya. Yang dibutuhkannya adalah kemampuan untuk mendapatkan dan mengelola informasi yang sesuai dengan kebutuhan profesinya. Mengajar bukan lagi usaha untuk menyampaikan ilmu pengetahuan melainkan juga usaha menciptakan sistem lingkungan yang membelajarkan siswa agar tujuan pengajaran dapat tercapai dengan optimal. Mengajar dalam pemahaman seperti itu perlu suatu strategi belajar mengajar yang tepat. Mutu pengajaran tergantung pada pemilihan strategi yang tepat bagi tujuan yang ingin dicapai, terutama dalam upaya mengembangkan kreativitas dan sikap siswa. Untuk itu, perlu dibina dan dikembangkan kemampuan profesional guru untuk mengelola program pengajaran dengan strategi belajar mengajar.
Bertitik tolak dari uraian di atas, guru dituntut untuk menentukan pendekatan tertentu guna melaksanakan KBM. Salah satunya adalah model pembelajaran teknik bermain peran.
Sudjana (2000 : 89) mengartikan bermain peran adalah pura-pura atau berbuat seolah-olah, melalui proses tingkah laku, imitasi, bermain mengenai suatu tingkah laku yang dilakukan seolah-olah dlam keadaan yang sebenarnya. Tujuan bermain peran adalah agar siswa dapat menghargai dan menghayati perasaan orang lain, memupuk rasa tanggung jawab pada diri siswa.
Artinya siswa dipersiapkan oleh guru menghayati perasaan orang lain agar siswa mengerti bahwa kedudukan orang lain itu lebih penting dari diri siswa di samping itu siswa dapat mengungkapkan perasaan orang lain
Dari fenomena itulah, maka perlulah diadakan suatu penelitian guna membantu menyelesaikan masalah yang ada dengan mengadakan penelitian dengan judul “Peningkatan Kemampuan Berbicara Melalui Metode Bermain Peran Pada Siswa”.

1.2         Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana respon siswa terhadap teknik bermain peran dalam materi pembelajaran berbicara?

1.3         Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas tujuan yang ingin dicapai dari penelitian tersebut adalah :
1.3.1   Tujuan Penelitian Secara Umum
Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan kemampuan berbicara melalui teknik bermain peran pada siswa.
1.3.2   Tujuan Penelitian Secara Khusus
Meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa pada pembelajaran Berbicara dengan menerapkan metode bermain peran pada siswa.

1.4         Manfaat Penelitian
1.4.1   Secara Teoritis
Secara teoritis penelitian diharapkan bermanfaat sebagai sumbangan dalam pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya peningkatan kemampuan berbicara dengan menggunakan metode bermain peran.
1.4.2   Secara Praktis
Manfaat secara praktis yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai masukan bagi guru bahwa kemampuan berbicara siswa dapat meningkat melalui metode bermain peran.



BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1         Metode Bermain Peran
Sudjana (1989 : 61) menyatakan bermain peran/sosio drama adalah sandiwara tanpa naskah, tanpa latihan lebih dulu sehingga dilakukan secara spontan, masalah yang didramakan adalah mengenai situasi sosial.
Hamalik (2006 : 214) menjelaskan bahwa pengajaran berdasarkan pengalaman lainnya adalah bermain peran karena pada umumnya siswa menyenangi penggunaan strategi ini karena berkenaan dengan isu-isu sosial dan kesempatan komunikasi interpersonal di dalam kelas. Di dalam bermain, peran guru menerima petan noninterpersonal di dlam kela, siswa menerima karakter, perasaan, dan ide-ide orang lain dalam situasi yang khusus.
Sudjana (2000 : 90), sosiodrama adalah bermain peranan yang ditujukan untuk menentukan alternatif pemecahan masalah sosial.
Metode sosio drama dan bermain peran merupakan salah satu metode dalam kegiatan belajar. Metode adalah suatu cara yang dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Makin baik metode itu, makin efektif pula pencapaian tujuan. Untuk menetapkan apakah suatu metode dapat disbeut baik, diperlukan patokan yang bersumber dari beberapa faktor (Surakhmad, 1986 : 75).
Lain halnya dengan Subari (1994 : 93) yang menjelaskan bahwa metode sosiodrama atau bermain peran adalah mendramatisasi cara bertingkah laku di dalam hubungan sosial dan menekankan penghayatan di mana para siswa turut serta dalam memainkan peranan di dalam mendramatisasikan masalah-masalah sosial.
Dalam metode bermain peran unrus yang menonjol adalah unsur hubungan sosial, dalam bermain peran menempatkan diri sebagai tokoh atau pribadi tertentu misalnya sebagai pahlawan, petani, dokter, guru, sopir, dan sebagainya (Semiawan, 1993 : 82).
Menurut pendapat dari Shaftel dalam Rianto (2000 : 107) menyatakan bahwa metode bermain peran diartikan sebagai suatu metode pemecahan masalah yang melibatkan dua orang atau lebih untuk mengambil keputusan secara terbbuka dalam situasi yang dilematis. Pemeranan diakhiri pada saat mencapai titik dilema dan masing-masing pemeran bebas menganalisa apa yang terjadi melalui diskusi yang melibatkan para pengamat untuk mencari pemecahannya.
Sosiodrama adalah suatu kelompok yang bertindak memecahkan masalah terutama pemecahan masalah yang berkenaan dengan hubungan antar insani. Masalah itu dapat dihubungkan dengan kerja sama siswa di sekolah, keluarga, atau di masyarakat umumnya. Sosiodrama memberikan kesematan kepada para siswa untuk menyelidiki alternatif pemecahan masalah yang berkenaan dengan keluarga (Hamalik, 2002 : 138).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka disimpulkan bahwa bermain peran / sosiodrama adalah suatu metode dengan cara memainkan suatu peran yang menekankan penghayatan di mana para siswa turut serta dalam memainkan peranan di dalam mendramatisasikan masalah-masalah sosial.

2.2         Kemampuan Berbicara
2.2.1        Pengertian berbicara
Tarigan (1990 : 3), berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan yang didahului oleh keterampilan menyimak dan pada masa tersebutlah kemampuan berbicara mulai dipelajari.
Selanjutnya Tarigan (1990 : 15) mengatakan bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan gagasan dan perasaan.
Berbicara merupakan tindakan penggunan bahasa secara lisan. Manusia, sebagai makhluk sosial selalu menggunakan bahasa dalam berkomunikasi dengan sesamanya dalam hidup bermasyarakat. Jadi dapat disimpulkan bahwa berbicara adalah bagian dari keterampilan berbahasa oleh karena itu kemampuan berbicara harus diberikan kepada siswa agar siswa memiliki kemampuan berbicara. Aspek kemampuan berbicara bukan hanya berbicara saja tetapi keterampilan menyimak, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis juga termasuk dalam aspek keterampilan berbahasa. Untuk membentuk siswa yang terampil berbahasa, maka keempat aspek tersebut harus diberikan secara terpadu dalam pembelajaran bahasa dan di samping itu tiap aspek keterampilan tersebut juga harus diberikan dengan proporsi yang seimbang.
Kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. pendengar menerima informasi melalui rangkaian nada, tekanan, dan penempatan persendian (juncture). Jika komunikasi berlangsung secara tatap muka, ditambah lagi dengan gerakan tangan dan mimik pembicara (Arsyad Mukti, 2005 : 17).


    
BAB III
PEMBAHASAN
3.1         Keterampilan Berbicara
3.1.1        Pengertian Keterampilan Berbicara
Perkembangan bahasa merupakan aspek perkembangan yang penting untuk dikuasai. Bahasa terdiri dari bahasa lisan dan bahasa tertulis. Bahasa lisan merupakan unsure penting dalam interaksi atau sosialisasi (Dardjowidjojo, 2003:17). Menurut djiwandono (2008) dalam halida (2011) berbicara adalah mengungkapkan pikiran secara lisan. Sejalan dengan pendapat djiwandono, Tarigan dalam Suhartono (2005:20) mengatakan bahwa berbicara merupakan kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi untuk mengekspresikan serta menyampaikan pikiran dan perasaan.
Keterampilan berbicara pada hakikatnya merupakan keterampilan mereproduksi arus system bunyi artikulasi untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan perasaan, dan keinginan pada orang lain. Keterampilan ini juga didasari oleh kepercayaan diri untuk berbicara, sehingga dapat menghilangkan rasa malu, berat lidah, dan rendah diri (Iskandarwassid, 2008).
Tujuan berbicara adalah untuk memberitahukan, melaporkan, menghibur, membujuk, dan meyakinkan seseorang yang terdiri dari aspek kebahasaan dan nonkebahasaan (Dhieni, 2007:3.6) dalam Halida (2011). Menurut teori belajar (Rachmat 1986:282) dalam siska (2011), anak-anak memperoleh pengetahuan bahasa melalui tiga proses: asosiasi, imitasi dan pengetahuan. Asosiasi berarti melazimkan suatu bunyi dengan obyek tertentu. Imitasi berarti menirukan pengucapan dan struktur kalimat yang didengarnya. Pengetahuan dimaksudkan sebagai ungkapan kegembiraan yang dinyatakan ketika anak mengucapkan kata-kata dengan benar.
Berdasarkan uraian mengenai ketermapilan berbicara, dapat disimpulkan bahwa ketermapilan berbicara merupakan salah satu keterampilan dalam aspek bahasa yang sangat penting sebagai sarana untuk berkomunikasi dengan lawan bicara. Ketermapilan berbicara ini perlu distimulus melalui kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan kosakata yang dimiliki anak.  
3.1.2        Aspek-aspek Keterampilan Berbicara
Kemampuan berbicara merupakan pengungkapan diri secara lisan. Unsur-unsur kebahasaan yang dapat menunjang keterampilan berbicara diungkapkan oleh Djiwandono (1996) dalam Halida (2011) yaitu unsur kebahasaan, unsur nonkebahasaan meliputi:
1)        Keberanian yaitu keberanian dalam mengemukakan pendapat, seperti anak mampu menceritakan pengalaman yang dialami. Selain itu, keberanian untuk berpihak terhadap gagasan yang sudah  diyakini kebenarannya.
2)        Kelancaran yaitu lancar dalam berbicara sangat ditunjang oleh penguasaan materi/bahan yang baik. Penguasaan kosakata akan membantu dalam penguasaan materi pembicaraan.
3)        Ekspresi/Gerak-gerik Tubuh yaitu ekspresi tubuh sangat diperlukan dalam menunjang keefektifan berbicara. Arti pembicaraan tersebut dapat dipahami melalui ekspresi tubuh yang ditunjukkan pembicara.

Unsur isi dalam pembicaraan merupakan bagian yang lebih penting. Tanpa isi yang diidentifikasi secara jelas, pesan yang ingin disampaikan melalui kegiatan berbicara tidak akan tersampaikan secara jelas pula, dalam aspek isi dari berbicara terdiri dari kerincian dan kejelasan dalam menyampaikan isi dari pembicaraan.
Senada dengan pendapat Djiwandono (1996), Dhieni (2007) dalam Halida (2011) mengungkapkan bahwa aspek keterampilan berbicara terdiri dari aspek kebahasaan dan aspek nonkebahasaan. Aspek kebahasaan meliputi keterampilan ucapan, penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai, pilihan kata, dan ketepatan sasaran pembicaraan. Sedangkan aspek nonkebahasaan meliputi sikap tubuh, kesediaan menghargai pembicaraan maupun gagasan orang lain, kenyaringan suara dan kelancaran dalam berbicara, relevansi, penalaran, dan penguasaan terhadap topik tertentu.
 Hal serupa diungkapkan oleh Hurlock (1978:185-189) bahwa keterampilan berbicara meliputi beberapa aspek, yaitu :
1)        Pengucapan
Setiap anak berbeda-beda dalam ketepatan pengucapan dan logatnya. Perbedaan ketepatan pengucapan bergantung pada tingkat perkembangan mekanisme suara, serta bimbingan yang diterima dalam mengaitkan suara ke dalam kata yang berarti. Perbedaan logat disebabkan karena meniru model yang pengucapannya berbeda dengan yang biasa digunakan anak.
2)        Pengembangan Kosakata
Anak harus belajar mengaitkan arti dengan bunyi dalam mengembangkan kosakata yang dimiliki. Peningkatan jumlah kosakata tidak hanya karena mempelajari kata-kata baru, tetapi juga karena mempelajari arti baru bagi kata-kata lama.
3)        Pembentukan Kalimat
Pada mulanya anak menggunakan kalimat satu kata yakni kata benda atau kata kerja. Kemudian kata tersebut digabungkan dengan isyarat untuk mengungkapkan suatu pikiran utuh yang dapat dipahami orang lain.
3.1.3        Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Berbicara
Keterampilan berbicara dapat dipengaruhi oleh beberapa factor baik factor dari dalam diri maupun dari luar. Menurut Hurlock (1978:185) ketermapilan berbicara dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu:
1)        Persiapan Fisik untuk Berbicara
2)        Kesiapan Mental untuk Berbicara
3)        Model yang Baik untuk ditiru
4)        Kesempatan untuk Berpraktik
5)        Motivasi
6)        Bimbingan
Ungkapan lain mengenai factor-faktor yang mempengaruhi keterampilan berbicara dikemukakan oleh (Rahayu, 2007:216) yang terdiri dari beberapa hal, yaitu:
1)        Gaya berbicara, secara umum gaya berbicara ditandai dengan tiga cirri, yaitu:
a.       Gaya Ekspresif
b.      Gaya Perintah
c.       Gaya Pemecahan Masalah
2)        Metode Penyampaian, terdiri dari:
a.       Penyampaian mendadak
b.      Penyampaian tanpa persiapan
c.       Penyampaian dari naskah
d.      Penyampaian dari ingatan
Berdasarkan uraian mengenai factor-faktor yang mempengaruhi keterampilan berbicara, dapat disimpulkan bahwa keterampilan berbicara dapat dipengaruhi oleh model yang baik untuk ditiru serta adanya kesempatan yang diberikan pada anak untuk berbicara. Hal tersebut dapat dilakukan melalui bermain peran.



3.2         Bermain
3.2.1        Pengertian Bermain
Beberapa ahli peneliti member batasan arti bermain dengan memisahkan aspek-aspek tingkah laku yang berbeda dalam bermain. Dikemukan lima criteria dalam bermain (Moeslichatoen, 1996:26) yaitu:
1)        Motivasi Instrinsik
Tingkah laku bermain dimotivasi dari dalam diri anak, karena itu dilakukan demi kegiatan itu sendiri dan bukan karena adanya tuntutan masyarakat atau fungsi-fungsi tubuh.
2)        Pengaruh Positif
Tingkah laku itu menyenangkan atau menggembirakan untuk dilakukan.
3)        Bukan dikerjakan sambil lalu
Tingkah laku itu bukan dilakukan sambil lalu, karena itu tidak memiliki pola atau aturan yang sebenarnya, melainkan lebih bersifat pura-pura.
4)        Cara/tujuan
Cara bermain lebih diutamakan dari pada tujuannya. Anak lebih tertarik pada tingkah laku itu sendiri dari pada keluaran yang dihasilkan.
5)        Kelenturan
Bermain itu perilaku yang lentur. Kelenturan ditunjukkan baik dalam bentuk maupun dalam hubungan serta berlaku dalam setiap situasi.
3.2.2        Teori Bermain
Bermain diartikan oleh banyak ahli dalam teori bermain. Joan dalam Yus (2011:134-135) mengutip pendapat beberapa para ahli tentang teori bermain, yaitu:
1)      Anak mempunyai energy berlebih karena terbebas dari segala macam tekanan, baik tekanan ekonomis maupun social sehingga mengungkapkan energinya dalam bermain (Schiller & Spencer).
2)      Melalui kegiatan bermain, seorang anak menyiapkan diri untuk kehidupan dewasa kelak. Misalnya, tanpa disadari dengan bermain peran anak menyiapkan diri untuk peran pekerjaan pada masa depan (Karl Groos).
3)      Melalui bermain anak melewati tahap-tahap perkembangan yang sama dari perkembangan sejarah umat manusia (teori rekapitulasi). Kegiatan-kegiatan seperti lari, melempar, memanjat, dan melompat merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari dari generasi ke generasi (Stanley Hall).
4)      Anak bermain untuk membangun kembali energy yang telah hilang. Bermain merupakan medium untuk menyegarkan badan kembali setelah bekerja berjam-jam (Lazarus).
5)      Melalui kegiatan bermain, anak memuaskan keinginan-keinginannya yang terpendam atau tertekan. Dengan bermain anak seperti mencari kompensasi untuk apa yang tidak diperoleh dalam kehidupan nyata, untuk keinginan-keinginan yang tidak mendapatkan kepuasan (Mazhab psikoanalisis).
6)      Kepribadian terus berkembang dan untuk pertumbuhan yang normal, perlu ada rangsangan (stimulus), dan bermain memberikan stimulus untuk pertumbuhan (Appleton).
3.2.3        Fungsi Bermain
Kegiatan bermain merupakan kegiatan yang bermanfaat pada anak. Bermain memberikan pengaruh positif pada kemampuan mental serta perilaku anak. Kegiatan bermain sangat penting untuk mendukung perkembangan anak pada semua aspek perkembangan, yang meliputi aspek psikomotor, kognitif, bahasa, serta social emosional.
3.3         Metode Bermain peran
Defini metode bermain peran dikemukakan oleh Supriyati dalam Winda Gunarti, dkk, (2008:10.10) bahwa metode bermain peran adalah permainan yang memerankan tokoh-tokoh atau benda sekitar anak sehingga dapat mengembangkan daya khayal (imajinasi) dan penghayatan terhadap bahan kegiatan yang dilaksanakan. Tedjasaputra (1995:43) memili pendapat yang sejalan dengan Supriyati bahwa bermain peran merupakan salah satu jenis bermain aktif, diartikan sebagai pemberian atribut tertentu terhadap benda, situasi, dan anak memerankan tokoh yang ia pilih. Apa yang dilakukan anak melibatkan penggunaan bahasa yang dapat diamati dalam tingkah laku yang nyata.
Berdasarkan uraian diatas mengenai metode bermain peran, dapat ditarik kesimpulan bahwa bermain peran merupakan permainan dimana anak memainkan peran dari tokoh yang dimainkannya untuk mengembangkan daya imajinasi anak serta keterampilan berbicara pada anak.
3.3.1        Tujuan Metode Bermain Peran
Tujuan bermain peran adalah melatih keterampilan terutama keterampilan berbicara. Selain itu, dengan bermain peran pembelajaran berlangsung secara aktif sehingga anak dapat belajar dengan suasana yang menyenagkan.
3.3.2        Jenis Metode Bermain Peran
Metode bermain peran dilihat dari jenisnya terdiri dari dua jenis yang berbeda. Hal ini sejalan dengan pendapat dari Ericson (1963) dalam magfiroh (2011) bahwa metode bermain peran terdiri dari:
1)        Metode Bermain Peran Mikro
Anak memainkan peran melalui tokoh yang diwakili oleh benda-benda berukuran kecil, contoh kandang dengan binatang-binatangan dan orang-orangan kecil.
2)        Metode Bermain Peran Makro
Anak bermain menjadi tokoh menggunakan alat berukuran besar yang digunakan anak untuk menciptakan dan memainkan peran-peran, contoh memakai baju dan menggunakan kotak kardus yang dibuat menjadi mobil-mobilan.
Metode bermain peran terdiri dari dua jenis yang berbeda dalam pelaksanaannya. Kedua jenis tersebut adalah metode bermain peran makro dan mikro. Metode bermain peran makro adalah bermain yang sifatnya kerjasama lebih dari dua orang dengan menggunakan alat_alat main berukuran sesungguhnya. Sedangkan dalam bermain peran mikro, anak menggunakan alat-alat main yang berukuran kecil yang dilakukan oleh dua orang bahkan sendiri. 
3.3.3        Perbedaan Metode Bermain Peran Makro Dan Mikro
Metode  bermain peran makro dan mikro memiliki definisi yang berbeda sehingga terdapat perbedaan antara  metode  bermain peran makro dan mikro. Perbedaan  tersebut  terletak pada objek pemain dan peran anak. Dalam  metode bermain  peran  mikro, anak menjadi sutradara/dalang dan benda-benda menjadi pemainnya, seperti boneka tangan, boneka jari, dan wayang tanpa skenario.
Sedangkan dalam metode  bermain  peran  makro, anak menjadi pemain yang memerankan karakter/tokoh yang diperankan, dan guru sebagai sutradaranya.
Metode  bermain  peran  makro dan mikro sama-sama menempatkan anak sebagai pemain, namun apabila tema atau jalan cerita pada  metode  bermain  peran mikro dapat bersifat umum, atau imajinatif, sedangkan pada  metode  bermain  peran makro jalan cerita mengandung konflik sosial yang terselesaikan di akhir cerita.Menurut Feindan Smilansky  dalam Gunarti, dkk (2010:10.21-10.22), dalam  metode  bermain  peran  mikro anak menggunakan simbol, seperti kata-kata, gerakan, dan mainan untuk mewakili  dunia yang sesungguhnya. Dalam  metode bermain  peran  makro, anak mengembangkan permainan simbolik itu agar bisa bekerja sama dengan anak/pemeran lainnya.
3.3.4        Fungsi Metode Bermain Peran
1)        Kreativitas
Dengan bermain peran kreativitas peserta didik dapat lebih terasah karena dalam dunia khayalan, anak bisa jadi apa saja dan melaukan apa saja sesuai dengan peran yang dimainkannya.
2)        Disiplin
Saat bermain peran, biasanya ia mengambil peraturan dan pola hidupnya sehari-hari. Misalnya, saat ia bermain peran sebagai orangtua yang menidurkan anaknya, ia akan bersikap dan mengatakan seperti apa yang ia sering dilakukan dan dikatakan oleh orangtuanya. Sehingga secara tak langsung, ia pun membangun kedisiplinan dan keteraturan pada dirinya sendiri
3)        Keluwesan
Saat bermain peran, secara tidak langsung anak-anak mulai belajar untuk mengatasi rasa takut dan hal-hal yang sebelumnya berbeda bagi mereka Dengan bimbingan dan perumpamaan ini, diharapkan rasa takut atau trauma si kecil akan lebih berkurang.
3.3.5        Kelebihan dan Kekurangan Metode Bermain Peran
Kelebihan Metode Bermain Peran Terdapat beberapa kelebihan pembelajaran dengan menggunakan metode bermain peran, diantaranya:
1)        Dapat dijadikan sebagai bekal bagi siswa dalam menghadapi situasi yang sebenarnya kelak, baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat, maupun menghadapi dunia kerja.
2)        Dapat mengembangkan kreatifitas siswa, karena melalui simulasi siswa diberi kesempatan  untuk memainkan perannya yang disimulsaikan.
3)        Dapat memupuk keberanian dan rasa percaya diri.
4)        Dapat memperkaya pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan dalam menghadapi berbagai situasi sosial yang problematis.
5)        Dapat meningkatkan gairah siswa dalam pembelajaran (Sanjaya, 2009: 158).
Kelemahan Metode Bermain Peran Selain memiliki banyak kelebihan, metode bermain peran pun memiliki kelemahan, diantaranya:
1)        Pengalaman yang diperoleh melalui simulasi tidak selalu tepat dan sesuai dengan kenyataan.
2)        Pengelolaan yang kurang baik sehingga fungsi simulasi menjadi alat hiburan membuat tujuan pembelajaran terabaikan.
3)        Faktor psikologis seperti rasa takut dan malu sering memengaruhi siswa dalam melakukan simulasi.









BAB IV
PENUTUP
4.1         Simpulan
Metode bermain peran merupakan permainan dimana siswa memainkan peran dari tokoh yang dimainkannya guna mengembangkan daya imajinasi serta keterampilan berbicara pada siswa.
Dengan adanya pembelajaran menggunakan metode bermain peran pada siswa memiliki banyak manfaat, yaitu:
1)        Pembelajaran dengan menggunakan metode bermain peran yang dilakukan   dengan baik dapat meningkatkan kemampuan berbicara pada siswa.
2)        Kreativitas peserta didik dapat lebih terasah karena dalam dunia khayalan, anak bisa jadi apa saja dan melaukan apa saja sesuai dengan peran yang dimainkannya.
3)        Secara tidak langsung anak-anak mulai belajar untuk mengatasi rasa takut dan hal-hal yang sebelumnya berbeda bagi mereka Dengan bimbingan dan perumpamaan ini, diharapkan rasa takut atau trauma si kecil akan lebih berkurang.
4.2         Saran-saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, peneliti ingin menyampaikan beberapa saran sebagai berikut:
1)        Metode Bermain Peran menjadi alternatif dalam pembelajaran.
2)        Untuk meningkatkan kemampuan berbicara, guru dianjurkan menggunakan metode Bermain Peran.
3)        Untuk mendorong siswa berani berbicara di depan kelas dapat dilakukan dengan suatu cara yang menyenangkan, salah satunya dengan teknik Bermain Peran.
4)        Dengan adanya peningkatan yang signifikan, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan lebih lanjut oleh peneliti yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Nurkancana. 2007. Pemahaman dan Prestasi Belajar pada Peserta Didik. Rineka Cipta: Jakarta
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Edisi 5. Jakarta: Rineka Cipta.
Roestiyah, 20011, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta : Rineka Cipta.
Purwanto, Ngalim. 2008. Psikologi Pendidikan (Cet. XV; Bandung: Remaja Rosdakarya
Ali, Muhammad. 2000. Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo
Hamalik, Oemar. 2002. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta: Bumi Aksara
Khairuddin, Mahfud. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Yogyakarta: Pilar Media
Nursisto. 2000. Kiat Menggali Kreativitas. Semarang: Mitra Gama Media
Algesindo
Sudjana, Nana. 1989. Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar
________. 2000. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo
Tarigan, Henry Guntur. 1990. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa
Ermawan, Mikhael Ari.  2012.  Keterampilan Berbahasa: AspekBerbicara[online].
(http://ariermawan.blogspot.com/2012/09/keterampilan-  berbicara.html. Diakses 05 Juni 2014).