PENINGKATAN
KEMAMPUAN BERBICARA MELALUI METODE BERMAIN PERAN PADA SISWA
OLEH
CITRA
AULIA WULANDARI
NIM
E1C 113 024
A
II
PEROGRAM STUDI
PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
JURUSAN
PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MATARAM
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur hanya bagi Allah SWT
atas segala nikmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan
karya ilmiah yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Berbicara Melalui Metode
Bermain Peran Pada Siswa”. Shalawat dan salam selalu tetap tercurahkan
kepada junjungan alam Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam
kegelapan menuju alam yang terang benderang seperti sekarang ini.
Penulisan karya ilmiah ini dalam rangka memenuhi tugas akhir
mata kuliah Berbicara. Saya menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini tidak
lepas dari dorongan, bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada:
- Prof. Ir. H. Sunarpi, Ph.D., selaku Rektor Universitas Mataram.
- Dr. H. Wildan, M.Pd., selaku Dekan FKIP Universitas Mataram.
- Dra. Siti Rohana Hariana Intiana, M.Pd., selaku Ketua Jurusan FKIP Universitas Mataram.
- Drs. I Nyoman Sudika, M.Humi., selaku Ketua Prodi Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Mataram.
- Drs. Syahbuddin. Selaku Dosen Pembimbing Akademik.
- Drs. H. Nasaruddin, M.Ali., selaku dosen Pembina Mata Kuliah Berbicara.
- Dosen-dosen dan Seluruh Staf Universitas Mataram yang namanya tidak bisa disebutkan satu persatu.
- Kedua Orang Tua dan semua keluarga yang telah memberikan dukungan moral, material, kasih saying yang melimpah serta kesabaran dalam menyusun karya tulis ilmiah ini.
- Semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Semoga Allah SWT, selalu melimpahkan
rahmat-Nya kepada kita.
Semoga penulisan
karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat untuk menunjang perkembangan ilmu pengetahuan, tentunya bagi saya peribadi dan pembaca. Dalam penulisan karya ilmiah ini jauh dari kesempurnaan,
oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk
penulisan ini.
Mataram, 8 Juni 2014
Penulis
DAFATAR PUSTAKA
JUDUL
|
......................................................................................................
|
||||||||||||||||||||
KATA PENGANTAR
|
...............................................................................
|
i
|
|||||||||||||||||||
DAFTAR ISI
|
.............................................................................................
|
ii
|
|||||||||||||||||||
BAB 1 PENDAHULUAN
|
........................................................................
|
1
|
|||||||||||||||||||
1.1
Latar Belakang
|
.................................................................................
|
1
|
|||||||||||||||||||
1.2
Rumusan Masalah
|
............................................................................
|
2
|
|||||||||||||||||||
1.3
Tujuan Penelitian
|
............................................................................
|
2
|
|||||||||||||||||||
1.3.1
secara umum
|
............................................................................
|
2
|
|||||||||||||||||||
1.3.2
secara khusus
|
............................................................................
|
2
|
|||||||||||||||||||
1.4
Manfaat Penelitian
|
..........................................................................
|
2
|
|||||||||||||||||||
1.4.1
Manfaat Teoritis
|
........................................................................
|
2
|
|||||||||||||||||||
1.4.2
Manfaat Praktis
|
........................................................................
|
2
|
|||||||||||||||||||
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA
|
.....................................................................
|
3
|
|||||||||||||||||||
2.1
Metode Bermain Peran
|
...................................................................
|
3
|
|||||||||||||||||||
2.2
Kemampuan Berbicara
|
...................................................................
|
4
|
|||||||||||||||||||
2.2.1
Pengertian Berbicara
|
................................................................
|
4
|
|||||||||||||||||||
BAB 3 PEMBAHASAN
|
..........................................................................
|
5
|
|||||||||||||||||||
3.1
Keterampilan Berbicara
|
...................................................................
|
5
|
|||||||||||||||||||
3.1.1
Pengertian Keterampilan Berbicara
|
.........................................
|
5
|
|||||||||||||||||||
3.12
Aspek-aspek Keterampilan Berbicara
|
......................................
|
6
|
|||||||||||||||||||
3.1.3
Faktor-Faktor Pengaruh Keterampilan Berbicara
|
....................
|
8
|
|||||||||||||||||||
3.2
Bermain
|
..........................................................................................
|
9
|
|||||||||||||||||||
3.2.1
Pengertian Bermain
|
................................................................
|
9
|
|||||||||||||||||||
3.2.2
Teori Bermain
|
..........................................................................
|
9
|
|||||||||||||||||||
3.2.3
Fungsi Bermain
|
........................................................................
|
10
|
|||||||||||||||||||
3.3
Metode Bermain Peran
|
...................................................................
|
11
|
|||||||||||||||||||
3.3.1
Tujuan Metode Bermain Peran
|
................................................
|
11
|
|||||||||||||||||||
3.3.2
Jenis Metode Bermain Peran
|
..................................................
|
11
|
|||||||||||||||||||
3.3.3
Perbedaan Metode Bermain Peran
|
.........................................
|
12
|
|||||||||||||||||||
3.3.4
Fungsi Metode Bermain Peran
|
................................................
|
13
|
|||||||||||||||||||
3.3.5
Kelebihan dan Kekurangan Metode Bermain Peran
|
...............
|
13
|
|||||||||||||||||||
BAB 4 PENUTUP
|
...................................................................................
|
15
|
|||||||||||||||||||
4.1
Simpulan
|
........................................................................................
|
15
|
|||||||||||||||||||
4.2
Saran-saran
|
......................................................................................
|
15
|
|||||||||||||||||||
DAFTAR PUSTAKA
|
...............................................................................
|
16
|
|||||||||||||||||||
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan
kualitas manusia seutuhnya adalah misi pendidikan yang menjadi tanggung jawab
profesioanl tiap guru. Pengembangan kualitas manusia ini menjadi suatu
keharusan terutama dalam memasuki era globalisasi dewasa ini agar generasi muda
tidak menjadi korban dari globalisasi itu sendiri. Pendidikan yang berorientasi
pada kualitas itu menghadapi berbagai tantangan yang tidak bisa ditanggulangi
dengan paradigma yang lama. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang
cepat tidak dapat dikejar dengan cara-cara lama yang dipakai dalam sekolah.
Ibarat mengejar mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi di atas tol dengan
delman.
Guru
tidak cukup hanya menyampaikan materi pengetahuan kepada siswa di kelas karena
materi yang diperolehnya tidak selalu sesuai dengan perkembangan masyarakatnya.
Yang dibutuhkannya adalah kemampuan untuk mendapatkan dan mengelola informasi
yang sesuai dengan kebutuhan profesinya. Mengajar bukan lagi usaha untuk
menyampaikan ilmu pengetahuan melainkan juga usaha menciptakan sistem
lingkungan yang membelajarkan siswa agar tujuan pengajaran dapat tercapai
dengan optimal. Mengajar dalam pemahaman seperti itu perlu suatu strategi
belajar mengajar yang tepat. Mutu pengajaran tergantung pada pemilihan strategi
yang tepat bagi tujuan yang ingin dicapai, terutama dalam upaya mengembangkan
kreativitas dan sikap siswa. Untuk itu, perlu dibina dan dikembangkan kemampuan
profesional guru untuk mengelola program pengajaran dengan strategi belajar
mengajar.
Bertitik tolak dari uraian di atas, guru dituntut untuk
menentukan pendekatan tertentu guna melaksanakan KBM. Salah satunya adalah
model pembelajaran teknik bermain peran.
Sudjana (2000 : 89) mengartikan bermain peran adalah
pura-pura atau berbuat seolah-olah, melalui proses tingkah laku, imitasi,
bermain mengenai suatu tingkah laku yang dilakukan seolah-olah dlam keadaan
yang sebenarnya. Tujuan bermain peran adalah agar siswa dapat menghargai dan
menghayati perasaan orang lain, memupuk rasa tanggung jawab pada diri siswa.
Artinya siswa dipersiapkan oleh guru menghayati perasaan
orang lain agar siswa mengerti bahwa kedudukan orang lain itu lebih penting
dari diri siswa di samping itu siswa dapat mengungkapkan perasaan orang lain
Dari fenomena itulah, maka perlulah diadakan suatu
penelitian guna membantu menyelesaikan masalah yang ada dengan mengadakan
penelitian dengan judul “Peningkatan Kemampuan Berbicara Melalui Metode Bermain Peran
Pada Siswa”.
1.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di
atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana respon
siswa terhadap teknik bermain peran dalam materi pembelajaran berbicara?
1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas
tujuan yang ingin dicapai dari penelitian tersebut adalah :
1.3.1
Tujuan Penelitian Secara Umum
Untuk
mengetahui ada tidaknya peningkatan kemampuan berbicara melalui teknik bermain
peran pada siswa.
1.3.2
Tujuan Penelitian Secara Khusus
Meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa pada
pembelajaran Berbicara dengan menerapkan metode bermain peran pada siswa.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1 Secara Teoritis
Secara teoritis penelitian diharapkan bermanfaat sebagai
sumbangan dalam pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya peningkatan kemampuan
berbicara dengan menggunakan metode bermain peran.
1.4.2 Secara Praktis
Manfaat secara praktis yang diharapkan dari penelitian
ini adalah sebagai masukan bagi guru bahwa kemampuan berbicara siswa dapat
meningkat melalui metode bermain peran.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Metode Bermain Peran
Sudjana (1989 :
61) menyatakan bermain peran/sosio drama adalah sandiwara tanpa naskah, tanpa
latihan lebih dulu sehingga dilakukan secara spontan, masalah yang didramakan
adalah mengenai situasi sosial.
Hamalik (2006 :
214) menjelaskan bahwa pengajaran berdasarkan pengalaman lainnya adalah bermain
peran karena pada umumnya siswa menyenangi penggunaan strategi ini karena
berkenaan dengan isu-isu sosial dan kesempatan komunikasi interpersonal di
dalam kelas. Di dalam bermain, peran guru menerima petan noninterpersonal di
dlam kela, siswa menerima karakter, perasaan, dan ide-ide orang lain dalam
situasi yang khusus.
Sudjana (2000 :
90), sosiodrama adalah bermain peranan yang ditujukan untuk menentukan
alternatif pemecahan masalah sosial.
Metode sosio
drama dan bermain peran merupakan salah satu metode dalam kegiatan belajar.
Metode adalah suatu cara yang dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai
tujuan. Makin baik metode itu, makin efektif pula pencapaian tujuan. Untuk
menetapkan apakah suatu metode dapat disbeut baik, diperlukan patokan yang
bersumber dari beberapa faktor (Surakhmad, 1986 : 75).
Lain halnya
dengan Subari (1994 : 93) yang menjelaskan bahwa metode sosiodrama atau bermain
peran adalah mendramatisasi cara bertingkah laku di dalam hubungan sosial dan
menekankan penghayatan di mana para siswa turut serta dalam memainkan peranan
di dalam mendramatisasikan masalah-masalah sosial.
Dalam metode
bermain peran unrus yang menonjol adalah unsur hubungan sosial, dalam bermain
peran menempatkan diri sebagai tokoh atau pribadi tertentu misalnya sebagai
pahlawan, petani, dokter, guru, sopir, dan sebagainya (Semiawan, 1993 : 82).
Menurut
pendapat dari Shaftel dalam Rianto (2000 : 107) menyatakan bahwa metode bermain
peran diartikan sebagai suatu metode pemecahan masalah yang melibatkan dua
orang atau lebih untuk mengambil keputusan secara terbbuka dalam situasi yang
dilematis. Pemeranan diakhiri pada saat mencapai titik dilema dan masing-masing
pemeran bebas menganalisa apa yang terjadi melalui diskusi yang melibatkan para
pengamat untuk mencari pemecahannya.
Sosiodrama
adalah suatu kelompok yang bertindak memecahkan masalah terutama pemecahan
masalah yang berkenaan dengan hubungan antar insani. Masalah itu dapat dihubungkan
dengan kerja sama siswa di sekolah, keluarga, atau di masyarakat umumnya.
Sosiodrama memberikan kesematan kepada para siswa untuk menyelidiki alternatif
pemecahan masalah yang berkenaan dengan keluarga (Hamalik, 2002 : 138).
Berdasarkan
beberapa pendapat di atas, maka disimpulkan bahwa bermain peran / sosiodrama
adalah suatu metode dengan cara memainkan suatu peran yang menekankan
penghayatan di mana para siswa turut serta dalam memainkan peranan di dalam
mendramatisasikan masalah-masalah sosial.
2.2
Kemampuan Berbicara
2.2.1
Pengertian berbicara
Tarigan (1990 :
3), berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada
kehidupan yang didahului oleh keterampilan menyimak dan pada masa tersebutlah
kemampuan berbicara mulai dipelajari.
Selanjutnya
Tarigan (1990 : 15) mengatakan bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan
bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, serta
menyampaikan gagasan dan perasaan.
Berbicara
merupakan tindakan penggunan bahasa secara lisan. Manusia, sebagai makhluk
sosial selalu menggunakan bahasa dalam berkomunikasi dengan sesamanya dalam
hidup bermasyarakat. Jadi dapat disimpulkan bahwa berbicara adalah bagian dari
keterampilan berbahasa oleh karena itu kemampuan berbicara harus diberikan kepada
siswa agar siswa memiliki kemampuan berbicara. Aspek kemampuan berbicara bukan
hanya berbicara saja tetapi keterampilan menyimak, keterampilan membaca, dan
keterampilan menulis juga termasuk dalam aspek keterampilan berbahasa. Untuk
membentuk siswa yang terampil berbahasa, maka keempat aspek tersebut harus
diberikan secara terpadu dalam pembelajaran bahasa dan di samping itu tiap
aspek keterampilan tersebut juga harus diberikan dengan proporsi yang seimbang.
Kemampuan
berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan
kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan
perasaan. pendengar menerima informasi melalui rangkaian nada, tekanan, dan
penempatan persendian (juncture). Jika komunikasi berlangsung secara tatap
muka, ditambah lagi dengan gerakan tangan dan mimik pembicara (Arsyad Mukti,
2005 : 17).
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
Keterampilan Berbicara
3.1.1
Pengertian Keterampilan Berbicara
Perkembangan bahasa merupakan aspek
perkembangan yang penting untuk dikuasai. Bahasa terdiri dari bahasa lisan dan
bahasa tertulis. Bahasa lisan merupakan unsure penting dalam interaksi atau
sosialisasi (Dardjowidjojo, 2003:17). Menurut djiwandono (2008) dalam halida
(2011) berbicara adalah mengungkapkan pikiran secara lisan. Sejalan dengan
pendapat djiwandono, Tarigan dalam Suhartono (2005:20) mengatakan bahwa
berbicara merupakan kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi untuk
mengekspresikan serta menyampaikan pikiran dan perasaan.
Keterampilan berbicara pada
hakikatnya merupakan keterampilan mereproduksi arus system bunyi artikulasi
untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan perasaan, dan keinginan pada orang lain.
Keterampilan ini juga didasari oleh kepercayaan diri untuk berbicara, sehingga
dapat menghilangkan rasa malu, berat lidah, dan rendah diri (Iskandarwassid,
2008).
Tujuan berbicara adalah untuk
memberitahukan, melaporkan, menghibur, membujuk, dan meyakinkan seseorang yang
terdiri dari aspek kebahasaan dan nonkebahasaan (Dhieni, 2007:3.6) dalam Halida
(2011). Menurut teori belajar (Rachmat 1986:282) dalam siska (2011), anak-anak
memperoleh pengetahuan bahasa melalui tiga proses: asosiasi, imitasi dan
pengetahuan. Asosiasi berarti melazimkan suatu bunyi dengan obyek tertentu.
Imitasi berarti menirukan pengucapan dan struktur kalimat yang didengarnya.
Pengetahuan dimaksudkan sebagai ungkapan kegembiraan yang dinyatakan ketika
anak mengucapkan kata-kata dengan benar.
Berdasarkan uraian mengenai
ketermapilan berbicara, dapat disimpulkan bahwa ketermapilan berbicara merupakan
salah satu keterampilan dalam aspek bahasa yang sangat penting sebagai sarana
untuk berkomunikasi dengan lawan bicara. Ketermapilan berbicara ini perlu
distimulus melalui kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan kosakata yang
dimiliki anak.
3.1.2
Aspek-aspek Keterampilan Berbicara
Kemampuan berbicara merupakan
pengungkapan diri secara lisan. Unsur-unsur kebahasaan yang dapat menunjang
keterampilan berbicara diungkapkan oleh Djiwandono (1996) dalam Halida (2011)
yaitu unsur kebahasaan, unsur nonkebahasaan meliputi:
1)
Keberanian
yaitu keberanian dalam mengemukakan pendapat, seperti anak mampu menceritakan pengalaman
yang dialami. Selain itu, keberanian untuk berpihak terhadap gagasan yang
sudah diyakini kebenarannya.
2)
Kelancaran
yaitu lancar dalam berbicara sangat ditunjang oleh penguasaan materi/bahan yang
baik. Penguasaan kosakata akan membantu dalam penguasaan materi pembicaraan.
3)
Ekspresi/Gerak-gerik
Tubuh yaitu ekspresi tubuh sangat diperlukan dalam menunjang keefektifan
berbicara. Arti pembicaraan tersebut dapat dipahami melalui ekspresi tubuh yang
ditunjukkan pembicara.
Unsur isi dalam pembicaraan
merupakan bagian yang lebih penting. Tanpa isi yang diidentifikasi secara
jelas, pesan yang ingin disampaikan melalui kegiatan berbicara tidak akan
tersampaikan secara jelas pula, dalam aspek isi dari berbicara terdiri dari
kerincian dan kejelasan dalam menyampaikan isi dari pembicaraan.
Senada dengan pendapat Djiwandono (1996),
Dhieni (2007) dalam Halida (2011) mengungkapkan bahwa aspek keterampilan
berbicara terdiri dari aspek kebahasaan dan aspek nonkebahasaan. Aspek
kebahasaan meliputi keterampilan ucapan, penempatan tekanan, nada, sendi, dan
durasi yang sesuai, pilihan kata, dan ketepatan sasaran pembicaraan. Sedangkan
aspek nonkebahasaan meliputi sikap tubuh, kesediaan menghargai pembicaraan
maupun gagasan orang lain, kenyaringan suara dan kelancaran dalam berbicara,
relevansi, penalaran, dan penguasaan terhadap topik tertentu.
Hal serupa diungkapkan oleh Hurlock
(1978:185-189) bahwa keterampilan berbicara meliputi beberapa aspek, yaitu :
1)
Pengucapan
Setiap anak berbeda-beda dalam ketepatan pengucapan dan
logatnya. Perbedaan ketepatan pengucapan bergantung pada tingkat perkembangan
mekanisme suara, serta bimbingan yang diterima dalam mengaitkan suara ke dalam
kata yang berarti. Perbedaan logat disebabkan karena meniru model yang
pengucapannya berbeda dengan yang biasa digunakan anak.
2)
Pengembangan
Kosakata
Anak harus belajar mengaitkan arti dengan bunyi dalam
mengembangkan kosakata yang dimiliki. Peningkatan jumlah kosakata tidak hanya
karena mempelajari kata-kata baru, tetapi juga karena mempelajari arti baru
bagi kata-kata lama.
3)
Pembentukan
Kalimat
Pada mulanya anak menggunakan kalimat satu kata yakni kata
benda atau kata kerja. Kemudian kata tersebut digabungkan dengan isyarat untuk
mengungkapkan suatu pikiran utuh yang dapat dipahami orang lain.
3.1.3
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Keterampilan Berbicara
Keterampilan berbicara dapat
dipengaruhi oleh beberapa factor baik factor dari dalam diri maupun dari luar.
Menurut Hurlock (1978:185) ketermapilan berbicara dipengaruhi oleh beberapa
hal, yaitu:
1)
Persiapan
Fisik untuk Berbicara
2)
Kesiapan
Mental untuk Berbicara
3)
Model
yang Baik untuk ditiru
4)
Kesempatan
untuk Berpraktik
5)
Motivasi
6)
Bimbingan
Ungkapan lain mengenai factor-faktor
yang mempengaruhi keterampilan berbicara dikemukakan oleh (Rahayu, 2007:216)
yang terdiri dari beberapa hal, yaitu:
1)
Gaya
berbicara, secara umum gaya berbicara ditandai dengan tiga cirri, yaitu:
a. Gaya Ekspresif
b. Gaya Perintah
c. Gaya Pemecahan Masalah
2)
Metode
Penyampaian, terdiri dari:
a. Penyampaian mendadak
b. Penyampaian tanpa persiapan
c. Penyampaian dari naskah
d. Penyampaian dari ingatan
Berdasarkan uraian mengenai
factor-faktor yang mempengaruhi keterampilan berbicara, dapat disimpulkan bahwa
keterampilan berbicara dapat dipengaruhi oleh model yang baik untuk ditiru
serta adanya kesempatan yang diberikan pada anak untuk berbicara. Hal tersebut
dapat dilakukan melalui bermain peran.
3.2
Bermain
3.2.1
Pengertian Bermain
Beberapa ahli peneliti member
batasan arti bermain dengan memisahkan aspek-aspek tingkah laku yang berbeda
dalam bermain. Dikemukan lima criteria dalam bermain (Moeslichatoen, 1996:26)
yaitu:
1)
Motivasi
Instrinsik
Tingkah laku bermain dimotivasi dari dalam diri anak, karena
itu dilakukan demi kegiatan itu sendiri dan bukan karena adanya tuntutan
masyarakat atau fungsi-fungsi tubuh.
2)
Pengaruh
Positif
Tingkah laku itu menyenangkan atau menggembirakan untuk
dilakukan.
3)
Bukan
dikerjakan sambil lalu
Tingkah laku itu bukan dilakukan sambil lalu, karena itu
tidak memiliki pola atau aturan yang sebenarnya, melainkan lebih bersifat
pura-pura.
4)
Cara/tujuan
Cara bermain lebih diutamakan dari pada tujuannya. Anak
lebih tertarik pada tingkah laku itu sendiri dari pada keluaran yang
dihasilkan.
5)
Kelenturan
Bermain itu perilaku yang lentur. Kelenturan ditunjukkan
baik dalam bentuk maupun dalam hubungan serta berlaku dalam setiap situasi.
3.2.2
Teori Bermain
Bermain diartikan oleh banyak ahli
dalam teori bermain. Joan dalam Yus (2011:134-135) mengutip pendapat beberapa
para ahli tentang teori bermain, yaitu:
1) Anak mempunyai energy berlebih
karena terbebas dari segala macam tekanan, baik tekanan ekonomis maupun social sehingga
mengungkapkan energinya dalam bermain (Schiller & Spencer).
2) Melalui kegiatan bermain, seorang
anak menyiapkan diri untuk kehidupan dewasa kelak. Misalnya, tanpa disadari
dengan bermain peran anak menyiapkan diri untuk peran pekerjaan pada masa depan
(Karl Groos).
3) Melalui bermain anak melewati
tahap-tahap perkembangan yang sama dari perkembangan sejarah umat manusia
(teori rekapitulasi). Kegiatan-kegiatan seperti lari, melempar, memanjat, dan
melompat merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari dari generasi ke generasi
(Stanley Hall).
4) Anak bermain untuk membangun kembali
energy yang telah hilang. Bermain merupakan medium untuk menyegarkan badan
kembali setelah bekerja berjam-jam (Lazarus).
5) Melalui kegiatan bermain, anak
memuaskan keinginan-keinginannya yang terpendam atau tertekan. Dengan bermain
anak seperti mencari kompensasi untuk apa yang tidak diperoleh dalam kehidupan
nyata, untuk keinginan-keinginan yang tidak mendapatkan kepuasan (Mazhab
psikoanalisis).
6) Kepribadian terus berkembang dan
untuk pertumbuhan yang normal, perlu ada rangsangan (stimulus), dan bermain
memberikan stimulus untuk pertumbuhan (Appleton).
3.2.3
Fungsi Bermain
Kegiatan bermain merupakan kegiatan
yang bermanfaat pada anak. Bermain memberikan pengaruh positif pada kemampuan
mental serta perilaku anak. Kegiatan bermain sangat penting untuk mendukung
perkembangan anak pada semua aspek perkembangan, yang meliputi aspek
psikomotor, kognitif, bahasa, serta social emosional.
3.3
Metode Bermain peran
Defini metode bermain peran dikemukakan oleh Supriyati dalam
Winda Gunarti, dkk, (2008:10.10) bahwa metode bermain peran adalah permainan
yang memerankan tokoh-tokoh atau benda sekitar anak sehingga dapat
mengembangkan daya khayal (imajinasi) dan penghayatan terhadap bahan kegiatan
yang dilaksanakan. Tedjasaputra (1995:43) memili pendapat yang sejalan dengan
Supriyati bahwa bermain peran merupakan salah satu jenis bermain aktif,
diartikan sebagai pemberian atribut tertentu terhadap benda, situasi, dan anak
memerankan tokoh yang ia pilih. Apa yang dilakukan anak melibatkan penggunaan
bahasa yang dapat diamati dalam tingkah laku yang nyata.
Berdasarkan uraian diatas mengenai metode bermain peran,
dapat ditarik kesimpulan bahwa bermain peran merupakan permainan dimana anak
memainkan peran dari tokoh yang dimainkannya untuk mengembangkan daya imajinasi
anak serta keterampilan berbicara pada anak.
3.3.1
Tujuan Metode Bermain Peran
Tujuan bermain peran adalah melatih
keterampilan terutama keterampilan berbicara. Selain itu, dengan bermain peran
pembelajaran berlangsung secara aktif sehingga anak dapat belajar dengan
suasana yang menyenagkan.
3.3.2
Jenis Metode Bermain Peran
Metode bermain peran dilihat dari
jenisnya terdiri dari dua jenis yang berbeda. Hal ini sejalan dengan pendapat
dari Ericson (1963) dalam magfiroh (2011) bahwa metode bermain peran terdiri
dari:
1)
Metode
Bermain Peran Mikro
Anak
memainkan peran melalui tokoh yang diwakili oleh benda-benda berukuran kecil,
contoh kandang dengan binatang-binatangan dan orang-orangan kecil.
2)
Metode
Bermain Peran Makro
Anak
bermain menjadi tokoh menggunakan alat berukuran besar yang digunakan anak
untuk menciptakan dan memainkan peran-peran, contoh memakai baju dan
menggunakan kotak kardus yang dibuat menjadi mobil-mobilan.
Metode bermain peran terdiri dari
dua jenis yang berbeda dalam pelaksanaannya. Kedua jenis tersebut adalah metode
bermain peran makro dan mikro. Metode bermain peran makro adalah bermain yang
sifatnya kerjasama lebih dari dua orang dengan menggunakan alat_alat main
berukuran sesungguhnya. Sedangkan dalam bermain peran mikro, anak menggunakan
alat-alat main yang berukuran kecil yang dilakukan oleh dua orang bahkan
sendiri.
3.3.3
Perbedaan Metode Bermain Peran Makro
Dan Mikro
Metode bermain peran makro dan mikro memiliki
definisi yang berbeda sehingga terdapat perbedaan antara metode
bermain peran makro dan mikro. Perbedaan
tersebut terletak pada objek pemain
dan peran anak. Dalam metode
bermain peran mikro, anak menjadi sutradara/dalang dan
benda-benda menjadi pemainnya, seperti boneka tangan, boneka jari, dan wayang
tanpa skenario.
Sedangkan
dalam metode bermain peran
makro, anak menjadi pemain yang memerankan karakter/tokoh yang
diperankan, dan guru sebagai sutradaranya.
Metode bermain peran
makro dan mikro sama-sama menempatkan anak sebagai pemain, namun apabila
tema atau jalan cerita pada metode bermain
peran mikro dapat bersifat umum, atau imajinatif, sedangkan pada metode
bermain peran makro jalan cerita
mengandung konflik sosial yang terselesaikan di akhir cerita.Menurut Feindan
Smilansky dalam Gunarti, dkk
(2010:10.21-10.22), dalam metode bermain
peran mikro anak menggunakan
simbol, seperti kata-kata, gerakan, dan mainan untuk mewakili dunia yang sesungguhnya. Dalam metode bermain peran
makro, anak mengembangkan permainan simbolik itu agar bisa bekerja sama
dengan anak/pemeran lainnya.
3.3.4
Fungsi Metode Bermain Peran
1)
Kreativitas
Dengan
bermain peran kreativitas peserta didik dapat lebih terasah karena dalam dunia
khayalan, anak bisa jadi apa saja dan melaukan apa saja sesuai dengan peran
yang dimainkannya.
2)
Disiplin
Saat bermain peran, biasanya ia
mengambil peraturan dan pola hidupnya sehari-hari. Misalnya, saat ia bermain
peran sebagai orangtua yang menidurkan anaknya, ia akan
bersikap dan mengatakan seperti apa yang ia sering dilakukan dan dikatakan oleh
orangtuanya. Sehingga secara tak langsung, ia
pun membangun kedisiplinan dan keteraturan pada dirinya sendiri
3)
Keluwesan
Saat bermain peran, secara tidak
langsung anak-anak mulai belajar untuk mengatasi rasa
takut dan hal-hal yang sebelumnya berbeda bagi mereka Dengan bimbingan dan
perumpamaan ini, diharapkan rasa takut atau trauma si kecil akan lebih
berkurang.
3.3.5
Kelebihan dan Kekurangan Metode
Bermain Peran
Kelebihan Metode Bermain Peran
Terdapat beberapa kelebihan pembelajaran dengan menggunakan metode bermain
peran, diantaranya:
1)
Dapat
dijadikan sebagai bekal bagi siswa dalam menghadapi situasi yang sebenarnya
kelak, baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat, maupun menghadapi dunia
kerja.
2)
Dapat
mengembangkan kreatifitas siswa, karena melalui simulasi siswa diberi
kesempatan untuk memainkan perannya yang disimulsaikan.
3)
Dapat
memupuk keberanian dan rasa percaya diri.
4)
Dapat
memperkaya pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan dalam
menghadapi berbagai situasi sosial yang problematis.
5)
Dapat
meningkatkan gairah siswa dalam pembelajaran (Sanjaya, 2009: 158).
Kelemahan Metode Bermain Peran
Selain memiliki banyak kelebihan, metode bermain peran pun memiliki kelemahan,
diantaranya:
1)
Pengalaman
yang diperoleh melalui simulasi tidak selalu tepat dan sesuai dengan kenyataan.
2)
Pengelolaan
yang kurang baik sehingga fungsi simulasi menjadi alat hiburan membuat tujuan
pembelajaran terabaikan.
3)
Faktor
psikologis seperti rasa takut dan malu sering memengaruhi siswa dalam melakukan
simulasi.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Simpulan
Metode bermain peran merupakan permainan dimana siswa
memainkan peran dari tokoh yang dimainkannya guna mengembangkan daya imajinasi serta
keterampilan berbicara pada siswa.
Dengan adanya pembelajaran menggunakan metode bermain peran
pada siswa memiliki banyak manfaat, yaitu:
1)
Pembelajaran
dengan menggunakan metode bermain peran yang dilakukan dengan baik dapat meningkatkan kemampuan
berbicara pada siswa.
2)
Kreativitas
peserta didik dapat lebih terasah karena dalam dunia khayalan, anak bisa jadi
apa saja dan melaukan apa saja sesuai dengan peran yang dimainkannya.
3)
Secara
tidak langsung anak-anak mulai belajar untuk mengatasi rasa
takut dan hal-hal yang sebelumnya berbeda bagi mereka Dengan bimbingan dan
perumpamaan ini, diharapkan rasa takut atau trauma si kecil akan lebih
berkurang.
4.2
Saran-saran
Berdasarkan kesimpulan di
atas, peneliti ingin menyampaikan beberapa saran sebagai berikut:
1)
Metode Bermain Peran menjadi alternatif
dalam pembelajaran.
2)
Untuk meningkatkan kemampuan berbicara,
guru dianjurkan menggunakan metode Bermain Peran.
3)
Untuk mendorong siswa berani berbicara
di depan kelas dapat dilakukan dengan suatu cara yang menyenangkan, salah
satunya dengan teknik Bermain Peran.
4)
Dengan adanya peningkatan yang
signifikan, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan lebih
lanjut oleh peneliti yang lain.
DAFTAR
PUSTAKA
Nurkancana.
2007. Pemahaman dan Prestasi Belajar pada
Peserta Didik. Rineka Cipta: Jakarta
Slameto. 2010. Belajar
dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Edisi 5. Jakarta: Rineka
Cipta.
Roestiyah,
20011, Strategi Belajar Mengajar,
Jakarta : Rineka Cipta.
Purwanto,
Ngalim. 2008. Psikologi Pendidikan (Cet. XV; Bandung: Remaja
Rosdakarya
Ali, Muhammad.
2000. Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo
Hamalik, Oemar.
2002. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta: Bumi
Aksara
Khairuddin,
Mahfud. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Yogyakarta: Pilar
Media
Nursisto. 2000.
Kiat Menggali Kreativitas. Semarang: Mitra Gama Media
Algesindo
Sudjana, Nana.
1989. Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung:
Sinar
________. 2000.
Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo
Tarigan, Henry
Guntur. 1990. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:
Angkasa
Ermawan,
Mikhael Ari. 2012. Keterampilan Berbahasa: AspekBerbicara[online].
(http://ariermawan.blogspot.com/2012/09/keterampilan- berbicara.html. Diakses 05 Juni 2014).